Minggu, 30 Desember 2012

CINTA YANG TAK LEKANG OLEH WAKTU

sebuah catatan yang tertinggal dari film Ainun Habibie



Aku boleh dibilang sangat jarang mau meluangkan waktu untuk menonton film. Apalagi film Indonesia. Biasanya kalau ingin mengunjungi bioskop ditanganku sudah harus memiliki beberapa review tentang film tersebut. Tidak terkecuali film Ainun Habibie. Banyaknya sorotan media tentang film itu apalagi ditonton langsung oleh Presiden SBY dan jajarannya membuatku  penasaran akan film ini. Apalagi film ini adalah film yang dilandasi kisah nyata seorang teknokrat,negarawan,mantan Presiden kita yang tentu menarik keingintahuan kita. Film ini dibuat berdasarkan tulisan yang ditulis Habibie sendiri berjudul Habibie dan Ainun.
 
Menurut Habibie 2 minggu setelah ditinggalkan ibu Ainun suatu hari ia memakai piyama tanpa alas kakii dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu……… Ainun……… Ainun …………….. Ainun …………..dan beliau mencari ibu di semua sudut rumah.

Para dokter yang melihat perkembangannya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini…………..’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie’.

Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu  memberinya 3 pilihan;

1. Pertama, Habibie harus dirawat, diberi obat khusus sampai  dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya Habibie  ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!
2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi Habibie di rumah,  harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan  harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya Habibie  sudah gila dan harus diawasi terus……………
3. Opsi ketiga, Habibie disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah  bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.

 Dan Habibie memilih opsi yang ketiga……………………….”
 

Kisah ini disampaikannya pada saat  BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie seperti yang diceritakan oleh Capt. Novianto Herupratomo.

Terus terang aku memang belum membaca bukunya (setelah menonton film ini aku bertekad akan membaca bukunya juga..:).Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang. Dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka. Semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh Habibie dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. 

Dari buku yang best seller ini maka MD Pictures memfilmkannya karena ada kisah cinta yang luar biasa di dalamnya demikian kata produser MD Pictures, Manoj Punjabi. 
Selain kisah cinta , menurutku di film ini juga sarat makna, akan cinta tanah air pengorbanan seorang Habibie kepada negaranya.

Salah satu scene yang paling menarik bagiku adalah ketika suatu hari di sebuah hanggar tua dalam kawasan IPTN, Bandung, saya kira tahun 2000-an Habibie (Reza Rahadian) bersama istrinya Ainun (Bunga Citra Lestari) menyempatkan diri singgah. Mantan Presiden RI ini menunjukkan sebuah pesawat yang berdebu Gatotkaca N250. Sambil menangis Habibie berkata: Untuk membangun pesawat itu saya kehilangan waktu 30 tahun bersama kamu dan anak-anak. Adegan yang membuatku terharu ,merinding dan menitikkan air mata.


Saya mendapatkan cerita menarik dari peristiwa ini (setelah mengulik-ulik pencarian data di internet). Ini diceritakan oleh seorang blogger Capt. Novianto Herupratomo dimana diusianya 74 tahun mantan Presiden RI, BJ Habibie itu secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya(?), Adri Subono, juragan Java Musikindo. Menurut apt. Novianto Habibie dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.

Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:

“Dik, anda tahu....Saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan….“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, ….itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur….Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. 

Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.

Sekarang Dik,…anda semua lihat sendiri…N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?’

Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.

Dik tahu…di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia…

Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa…………….

Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua…………………?

Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun.

Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”

Pak Habibie menghela nafas………………….
Diluar scene diatas yang menurut saya the best, saya sangat menikmati film ini dari awal sampai akhir. Seperti sebuah film drama cinta yang kebetulan menyangkut salah seorang mantan orang nomor satu di republik ini. 
Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa tapi saya berjanji akan menjadi suami yang ideal untuk Ainun," kata Habibie saat melamar Ainun di atas becak. Ini salah satu dialog di film Habibie dan Ainun. Tidak ada kata-kata gombal atau pun rayuan kacangan dalam film berdurasi dua jam. Cerita dan dialognya begitu sederhana dan menyentuh. Bagaimana seorang Habibie yang jenius jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula.
Kehidupan perkawinan yang  cukup berat karena kondisi keuangan yang sulit di negeri orang, dan berbagai rintangan lainnya dalam mewujudkan mimpi, tergambar jelas di film ini.
Klimaksnya adalah ketika Habibie harus rela melepaskan belahan jiwanya  kembali ke pangkuan yang Maha Kuasa. Adegan ini sangat menguras air mata.
Saya sangat puas seperti ratusan penonton (didominasi kaum ibu) yang memenuhi bioskop. Film ini rekomended sekali dan memberi pelajaran tentang cinta. Cinta kepada kekasih, cinta kepada tanah air.


2 komentar:

  1. oke banget, aku akan menulis bagian kisah lainnya:)

    BalasHapus
  2. Trims mbak Naqi..jadi berbunga2 nih dipuji .. aku tunggu yah review nya mbak Naqi..

    BalasHapus